Kualifikasi Menjadi Seorang Imam Bagi Pendewasaan Iman Jemaat
Abstract
Becoming a priest does seem very easy, if you go through it physically. But difficulties will be found when living it spiritually. Being a priest must have a strong spiritual mentality because the priest is the benchmark for the congregation to live. For that, being a priest is not only chosen by the church but also meets the qualifications. This article will describe the qualifications of a person to become a priest for the maturity of the congregation's faith based on the teachings of John Chrysostom in his book Six Books on the Priesthood. The quality of an imam can be seen from his journey to reach Allah's qualifications to be worthy of being an imam. This article will present some specific qualifications concerning body-soul-spirit, among others; a priest must have humility, a priest must be pure in spirit, and a priest must have experience with the Holy Spirit. The specific qualifications above can be used as a benchmark for someone who wants to be worthy before God and also as a support for the maturity of the congregation.
Menjadi seorang imam memang tampaknya sangat mudah, jika dilalui secara jasmani. Namun kesulitan akan ditemukan saat menjalaninya secara rohani. Menjadi seorang imam harus mempunyai mental rohani yang kuat karena imam adalah tolak ukur jemaat untuk hidup. Untuk itu, menjadi seorang imam bukan sekedar dipilih oleh gereja tapi juga memenuhi kualifikasi. Artikel ini bertujuan menjelaskan kualifikasi seseorang untuk menjadi imam bagi pendewasaan iman jemaat. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode studi pustaka yang meneliti tulisan tentang Kualifikasi Imam yang didasarkan pada pengajaran Yohanes Krisostomus dalam bukunya Six Books on the Priesthood. Dalam artikel ini, peneliti menemukan bahwa kualitas seorang imam dapat dilihat dari perjalanannya mencapai kualifikasi Allah untuk layak menjadi seorang imam kemudian peneliti akan menyuguhkan beberapa kualifikasi spesifik yang menyangkut tubuh-jiwa-roh antara lain; seorang imam harus memiliki kerendahan hati, seorang imam harus murni jiwanya, dan seorang imam harus memiliki pengalaman dengan Roh Kudus. Kualifikasi spesifik di atas dapat menjadi tolak ukur seseorang yang ingin menjadi agar layak di hadapan Allah dan juga sebagai penunjang pendewasaan jemaat. Dengan meneladani Kristus sebagai Iman yang agung, seseorang dapat memenuhi semua kualifikasi tersebut.
References
Baskoro, P. K. (2020). Konsep Imam dan Jabatan Imam pada Masa Intertestamental. Jurnal Teologi Berita Hidup, 3(1), 81–95.
Buinei, D. D. (2020). Menerapkan Kualifikasi Kepemimpinan Hamba menurut Injil Markus bagi Gembala Sidang GPdI Wilayah Waropen Barat, Papua. EPIGRAPHE: Jurnal Teologi Dan Pelayanan Kristiani, 4(1), 18. https://doi.org/10.33991/epigraphe.v4i1.48
Chrysostom, J. (1889). On The Priesthood: Ascetics Treatises; Select Homilies; Homilies on the Statues. Wm B. Eerdmans Publishing Company.
Chrysostom, J. (1964). Six Books on The Priesthood. SPCK.
Hadiwitanto, H. (2017). Metode Kuantitatif dalam Teologi Praktis. Gema Teologika, 2(1).
Hendi. (2018). Formasi dan Latihan Rohani: Fondasi, Purifikasi & Deifikasi. Leutika Prio.
Horton, S. M. (2001). Oknum Roh Kudus. Gandum Mas.
Jihole, Deswita S, H. (2020). MAKNA KEMULIAAN SEORANG IMAM MENURUT John Chrysostom. Jurnal Teologi Cultivation, 4(2), 70–83.
Mahan, M. (n.d.). Gembala Jemaat yang Sukses. Metanoia Publishing.
Mastrantonis, G. (1969). A New Style Cathechism on the Eastern Faith for Adults. The Ologos Mission.
Monson, P. T. S. (2005). Panggilan Pelayanan yang Kudus. Church of Jesus Christ. tps://www.churchofjesuschrist.org/study/liahona/2005/05/the-sacred-call-of-service?lang=ind
Morris, L. (1994). Minister Ministry (Baker’s Di). Baker Book House.
Nietzsche, F. (1887). Zur Genealogie der Moral. Kompasiana. https://www.kompasiana.com/balawadayu/5bd95c1412ae94553450fa04/nietzsche-zur-genealogie-der-moral-4?page=all.
Pardosi, M. T. (2015). Pengaruh Kualitas Kepemimpinan dan Kerohanian Seorang Pendeta dalam Meningkatkan Kualitas Kerohanian, Pelayanan dan Jumlah Baptisan di GMAHK Kota Palembang. Jurnal Koinonia, 9(1), 47.
Patonglan, N. (2020). Implementasi Gaya Hidup Rendah Hati Pendeta Sebagai Bentuk Refleksi terhadap Teladan Pelayanan Kristus. 10.31219/osf.io/vemzg.
Prajogo, N. S. (2019). Implementasi Kepemimpinan Gembala yang Melayani Berdasarkan 1 Petrus 5:2-10 di Kalangan Gembala Jemaat Gereja Bethel se-Jawa Tengah. HARVESTER: Jurnal Teologi Dan Kepemimpinan Kristen, 4(1).
Ruy, M. (2020). Six Books on the Priesthood. Margaretruy.Home.Blog.
Samarenna, D., & Siahaan, H. E. (2019). Memahami dan Menerapkan Prinsip Kepemimpinan Orang Muda Menurut 1 Timotius 4:12 bagi Mahasiswa Teologi. Bia: Jurnal Teologi Dan Pendidikan Kristiani, 2(1).
Sihombing, B. (2014). Kepribadian dan Kehidupan Hamba Tuhan menurut 1 Timotius 3:1-13. Kurios: Jurnal Teologi Dan Pendidikan Agama Kristen, 2(1), 1–19.
Sumiwi, A. R. E. (2018). Peran Roh Kudus dalam Kehidupan Orang Percaya Masa Kini. Jurnal Teologi Gracia Deo, 1(1).
Tong, S. (2013). Jerih Payah Seorang Pelayan. Momentum.
Umur, S. dan H. (2020). Strategi Pelayanan Pastoral Bagi Kaum Awam Menurut Bapa Gereja Gregorius Agung. Fidei: Jurnal Teologi Sistematika Dan Praktika, 3(1), 37–61. https://doi.org/10.34081/fidei.v3i1.68
Utomo, B. S. (2020). Karakteristik Kepemimpinan Hamba Yesus Kristus menurut Filipi 2:5-8. Diegesis: Jurnal Teologi, 3(2).
Wagner, C. P. (1996). Strategi Perkembangan Gereja. Gandum Mas.